Search This Blog

[tips] Seni mencari beasiswa, persiapan mendaftar beasiswa & persiapan

Posted on | Minggu, 18 Mei 2008 | No Comments

Seni Mencari Beasiswa

Memilih beasiswa bisa dilakukan dengan berbagai cara yang semuanya sah.
Idealnya mencari beasiswa itu mengacu kepada kebutuhan, keinginan, kemampuan dan kemungkinan

1. Berdasarkan jurusan

Sebagian orang memilih beasiswa karena ingin mendalami bidang tertentu yang
super spesifik, misalnya nano biologi. Tidak masalah studinya di Negara
mana. Jika demikian, yang harus dilakukan adalah membuat data universitas
yang memiliki program yang diingini, kemudian lihat kemungkinannya, adakah
beasiswa yang bisa mendukung untuk ambil program itu di uni yang diinginkan
Harap diingat, meskipun namanya sama, belum tentu muatan materi ajarnya
sama. Ambil contoh misalnya gender studies. Ternyata banyak mainstreamnya
seperti women studies, gay studies, domestic violence, gender in development
dst. Pengamatan saya di Australia, banyak uni yang sama nama programnya tapi
dari mata kuliahnya akan terlihat lebih berfokus ke mana. Ini yang
seringkali tidak diantisipasi oleh pendaftar (termasuk saya sendiri). Survey
yang akurat dan komprihensif diperlukan, pastikan kita tahu betul apa muatan
jurusan yang dituju, karena biasanya pada saat wawancara kita juga harus
bisa menjelaskan kenapa kita mau ambil bidang itu di universitas itu

2. Berdasarkan Negara

Sebagian orang terobsesi ingin sekolah di negara tertentu. Maka yang harus
dilakukan adalah mencari beasiswa yang tersedia dari Negara yang
bersangkutan. Seringkali sebuah Negara memberikan lebih dari satu skema
beasiswa. Australia misalnya memberikan beasiswa melalui ADS, tetapi juga
ada IAFTP. Selain itu universitas Australia juga memiliki skema beasiswanya
sendiri. Alasan ini yang saya pakai waktu daftar ADS, karena kakak-kakak
saya semua dapat ADS, ya saya tidak mau kalah, jadi karena ingin sekolah di
Australia ya meriset bidang apa sich yang cocok untuk saya, di universitas
mana, dst.

3. Berdasarkan beasiswa yang ada

Banyak orang mendaftar beasiswa berdasarkan tawaran yang ada. Ini biasanya
terjadi kalau ada beasiswa besar yang memulai seleksi seperti ADS dan
Stuned. Dalam hal ini kemampuan untuk memperoleh informasi sangat berperan.
Banyak orang tertarik mendaftar karena memperoleh informasi beasiswa yang
ternyata cocok untuk mereka. Metode ini saya pakai untuk mendaftar tiga
beasiswa terakhir yang saya peroleh. Sering-sering saja mengikuti
email-email yang muncul di milis beasiswa. Kalau ada yang kira-kira menarik,
kita memenuhi syarat, iseng daftar. Harap disadari, biasanya informasi
dating mepet atau sudah terlambat, jadi biasakan sedia payung sebelum hujan.
Saya selalu punya ijasah IELTS/TOEFL yang masih valid dan referensi2 yang
bisa saya sisipkan. Pernah mendaftar beasiswa hanya butuh waktu 2 hari untuk
mengumpulkan dokumen, mengisi form dan mengirim. Triknya mudah saja, surat
rekomendasi tidak ada tanggalnya, pada bagian akhir mengatakan, mendukung
untuk studi lebih lanjut. Jadi semua tidak spesifik. Pada akhirnya hanya
perlu modal fotokopi dan ongkos kirim.

4. Berdasarkan jumlah nominal beasiswa

Biaya hidup di luar negeri biasanya lebih tinggi dari di Indonesia dan
banyak beasiswa hanyalah parsial atau mengikuti UMR Negara setempat, jadi
hidup pas-pasan. Beasiswa parsial biasanya hanya memberikan gratis uang
sekolah, gratis uang sekolah dan uang saku tapi tidak mengganti tiket,
gratis uang sekolah dan akomodasi tapi tidak memberi uang saku dst. Pelajari
betul skema beasiswa yang diminati, apa saja yang tercover. Kalau memang mau
nekat ambil beasiswa parsial, selidiki betul bagaimana menutup kekurangan
beasiswanya. Apakah ada badan lain yang dapat membantu (termasuk orang tua,
pasangan, jual property dst) ataukah universitas sendiri dapat membantu.
Pengalaman teman2 saya yang menerima beasiswa AMINEF beasiswanya memang
kurang, tapi universitas tujuan biasanya membantu dgn memberi pekerjaan
sebagai asisten dst. Kalau saya pribadi saya punya prinsip saya tidak akan
ambil beasiswa yang tidak mengcover penuh.

PERSIAPAN MENDAFTAR BEASISWA

Ketika memilih sebuah beasiswa, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
untuk memperbesar kemungkinan kita untuk mendapatkan beasiswanya. Karena
kesempatan beasiswa hanya datang setahun sekali, harus sangat berhati-hati
memilih dan mendaftar beasiswa

1. Lihat kemampuan dan kesiapan diri sendiri

Kalau ada tawaran beasiswa, harus ada rekoleksi diri yang jujur. Apakah saya
memenuhi syarat terutama dalam hal usia, pekerjaan, latar belakang
pendidikan, pendanaan, kesehatan dst. Misalnya, kalau memang tidak punya
cadangan dana hindari beasiswa yang parsial, kecuali kalau memang siap
menghadapi resiko kesulitan financial di negara orang (meskipun biasanya
akhirnya teratasi). Kalau memang punya bayi dan beasiswa yang didaftar tidak
mengcover keluarga lalu merasa tidak siap meninggalkan keluarga ya jangan
daftar dulu, mungkin ditunda sampai anak lebih besar. Pikirkan baik-baik,
dapatkah saya meninggalkan keluarga, pekerjaan, kampong halaman dst. Selama
saya study saya sering sekali jadi tempat curhat ibu-ibu yang harus
meninggalkan anak dan suami dan juga suami-suami yang jadi kurang gizi
karena jauh dari istri. Pindah ke suatu tempat yang tidak kita kenal, jauh
dari keluarga tidak mudah, apalagi kalau kita tidak menguasai bahasa
setempat. Pertimbangkan juga stress yang akan muncul kemudian, homesickness
dst. Ketika sudah mengambil keputusan, 'deal with it', jangan cengeng di
negeri orang yang akhirnya akan merepotkan komunitas Indonesia di sana.
Ketika saya studi di Melbourne ada salah satu rekan saya minta pulang
setelah 2 minggu sekolah karena tidak tahan hidup tanpa istri (manja amat
sich? Hari gini?)

2. Lihat posibilitas untuk mendaftar

Hampir tidak mungkin mendaftar beasiswa tanpa restu dan ijin atasan. Sebelum
mendaftar, yakinkan bahwa atasan (artinya bos, pasangan dan keluarga) itu
mendukung. Salah satu dosen IALF pernah curhat ke saya karena salah satu
kandidat beasiswa AUSAID yang tidak jadi berangkat karena suaminya tidak
mengijinkan (lho waktu itu apa tidak pamit?). Saya juga banyak menemukan
masalah dimana atasan tidak mengijinkan (alasannya bisa karena sirik, gak
mau kehilangan staf, dst.)

3. Pahami betul persyaratan beasiswa yang akan di daftar

Setiap beasiswa ada peraturannya sendiri. Ada yang menetapkan batasan usia,
hanya terbatas untuk bidang tertentu, hanya untuk kalangan tertentu
(berdasarkan geografis, agama, etnis, status pekerjaan dst), harus punya
pengalaman kerja minimal ….. tahun, dst. Pastikan bahwa kita memenuhi SEMUA
kriteria yang diminta, karena seleksi awal adalah kelengkapan dokumen.

.

4. Pahami betul aplikasi beasiswanya

Mengisi formulir beasiswa juga gampan-gampang susah. Kebanyakan beasiswa
menilai kualifikasi pendaftar dari motivation letter. Pengalaman saya
membantu anggota milis beasiswa membuat motivation letter, kebanyakan
motivation letter dari pendaftar beasiswa Indonesia itu isinya muter2,
banyak pakai kata-kata yang berbunga-bunga, padahal kalau disaring tidak ada
isinya. Biasakan mengisi motivation letter itu singkat dan padat, jadi yang
membaca langsung mengerti apa yang mau disampaikan, kualifikasi pendaftar
dst. Harap diingat bahwa penyeleksi beasiswa itu harus membaca ribuan
aplikasi, jadi seleksi pertama biasanya kelengkapan dokumen, setelah itu
baru motivation letter dibaca. Dalah satu hari seorang penyeleksi harus
membaca puluhan motivation letter. Kalau motivation letter kita tidak jelas,
kemungkinan langsung dicoret. Saya biasanya pakai system dot point dalam
menulis yang diikuti penjelasan, karena itu sangat memudahkan pembaca untuk
mengikuti isi tulisan saya

Dalam mengisi formulir beasiswa sebaiknya berkonsultasi dengan orang2 yang
pernah memperoleh beasiswa itu karena mereka mungkin punya jurus2 jitu yang
tidak kita sadari. Pada waktu saya daftar Ausaid, boleh dibilang kakak saya
yang mengisi formnya melalui beberapa tahap revisi. Jangan lupa memenuhi
SEMUA persyaratan beasiswa. Kalau yang diminta international TOEFL, pastikan
yang dikirimkan adalah international TOEFL, jangan yang institusional. Kalau
diminta tiga referensi, pastikan memang menyertakan tiga referensi.
Sebaiknya referensi itu minimal satu dari atasan. Pastikan aplikasi lengkap
waktu dikirim dan dikirim sebelum deadline, dst.

5. Persiapkan peralatan tempur

Mencari beasiswa itu lebih dari sekedar cari bidang yang diingini dan isi
formulir. Ketika kita sudah merasa siap mental untuk mendaftar dan 'jalan
menujur Roma' sudah dibersihkan dari onak dan duri, persiapkan diri betul.
Selidiki budaya dan kebiasaan masyarakat negara tempat tujuan, supaya kamu
bisa mengantisipasi kondisi di sana. Dalam setiap wawancara, ada beberapa
pertanyaan yang intinya ingin menguji kesiapan mental kita untuk tinggal di
negara orang dan pengetahuan kita terhadap kehidupan sosial di sana. Setiap
wawancara pertanyaannya standar, di sana mau kuliah apa, kenapa ambil kuliah
itu, bagaimana nanti mengimplementasikan ilmu yang diperoleh, dst. Lakukan
persiapan yang matang sebelum maju wawancara

6. Banyak berdoa

Kalau aplikasi sudah dikirim, sambil menunggu panggilan, banyak-banyaklah
berdoa, yang diatas juga perlu diyakinkan kenapa beasiswa itu penting buat
kamu. Biasakan kalau sudah mendaftar beasiswa segera lupakan, khan belum
tentu dapat. Kalau memang dipanggil baru berpanik-panik ria.

PERSIAPAN SETELAH MENERIMA BEASISWA

Ada dua hal penting yang harus dilakukan: persiapkan diri, dan persiapkan
orang lain.

1. Persiapan diri yang matang

Persiapan diri ini tidak hanya sebatas membuat data barang yang harus
dimasukkan ke dalam koper, tapi juga harus paham bagaimana budaya dan
kebiasaan masyarakat setempat, keberadaan masyarakat Indonesia di sana,
penginapan hari-hari pertama dimana, iklim dst. Sebelum berangkat harus
sudah punya daftar kegiatan yang akan dilakukan, alamat2 yg hrs dituju,
mesti lapor diri di uni kapan, dst

Sekolah di luar negeri itu bukan cuma untuk menambah ilmu, tetapi juga
menyelami bagaimana kehidupan di negeri sana. Jadi kalau sekolah di luar,
jangan cuma berkumpul dengan sesama orang Indonesia tapi berinteraksilah
dengan masyarakat lokal, mengasah kemampuan berbahasa asing dan menyelami
serba serbi masyarakat setempat. Itu adalah bagian dari pelajaran beasiswa,
bagian dari proses pembelajaran. Dari banyak mengamati, diskusi dan
berinteraksi, kita akan belajar banyak hal yang tidak akan kita dapat dari
textbook. Jangan lupa banyak jalan-jalan, mumpung sudah sampai sana.
Menabung memang perlu, tapi jangan kelewatan.

Perhatikan betul budaya setempat. Salah satu kebiasaan mahasiswa Indonesia
yang sangat mengganggu saya adalah kebiasaan 'numpang makan'. Kalau ada
acara kumpul-kumpul datang terlambat, makan langsung pulang. Etika tinggal
di luar itu kalau ada acara makan, bawalah makanan untuk dimakan bersama dan
karena di luar tidak ada yang punya pembantu, ikut beres-beres setelah acara
selesai adalah wajib hukumnya. Acara makan-makan di luar negeri jangan
dijadikan ajang perbaikan gizi tapi lebih kea rah silaturahmi.

2. Persiapan keluarga yang akan dibawa/ditinggal

Kalau mau bawa keluarga, persiapkan betul mental mereka juga. Saya banyak
mengamati tingginya stress pada anak, baik jika anak dibawa bersekolah
ataupun ditinggal di rumah. Anak ternyata banyak merasa tersisihkan dalam
proses pindah, karena merasa tidak diajak kompromi, merasa terenggut dari
dunia yang dia kenal dan ditempatkan di tempat asing, kemudian dia akan
mengalami stress kedua saat harus kembali ke Indonesia. Ketika anak
ditinggal, ia akan merasa terbuang, bahwa orang tuanya tidak mencintainya
ketika mereka pergi sekolah. Memberikan pemahaman pada anak sering butuh
waktu yang panjang (hal yang sama juga berlaku untuk orang tua). Jangankan
manusia, anjing saya pun stress kalau lihat saya mulai mengisi koper karena
artinya ia akan ditinggal dan jadi super manja, tidak mau makan, cari
perhatian dst.

Kalau mau bawa pasangan, ini juga tidak selalu pilihan yang tepat. Biasanya
kalau suami yang membawa istri tidak masalah karena istri biasanya lebih
pasrah dan mendukung suami. Biasanya suami-suami ini mengalami masalah makan
karena banyak yang tidak bisa masak dan baru membaik saat istrinya tiba.
Sayangnya kebalikannya tidak selalu sama. Saya banyak jadi tempat curhat
istri-istri bete dengan suaminya yang mereka tenteng ke luar negeri.
Sayangnya memang masyarakat kita masih sangat chauvinist. Ternyata
suami-suami yang jadi pengangguran di luar negeri sering frustrasi karena
bosan tidak melakukan apa-apa, banyak yang tidak bisa komunikasi dengan
masyarakat luar. Banyak istri-istri mengeluh karena setelah suami tiba
pekerjaan bertambah, capek sekolah seharian, sampai di rumah masih harus
masak, beres-beres rumah dst. Meskipun banyak juga yang suaminya berubah
jadi pinter urus anak, pinter masak dst. Saran saya kalau mau bawa pasangan,
lihat baik-baik karakter pasangannya, kalau tipe yang bikin repot, lebih
baik ditinggal saja di rumah. Atau ikuti yang saya lakukan: Jangan menikah
kalau masih suka keluyuran keluar negeri.



Artikel Terkait:

Comments

rank

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service

Artikel Terbaru

E-Book Gratis Terbaru

Lowongan Terbaru